Rahasiagadis.com - Sleep tourism telah berkembang selama beberapa tahun terakhir.
Sleep tourism, atau wisata tidur, menjadi opsi yang semakin populer, menggantikan liburan dengan agenda yang penuh adrenalin.
Orang-orang yang memilih Sleep tourism cenderung menghabiskan waktu liburan di kamar hotel atau resort, menciptakan suasana staycation yang fokus pada kenyamanan dan kualitas tidur.
Dr. Rebecca Robbins, seorang peneliti tidur dan penulis buku "Sleep for Success," mengungkapkan bahwa hotel kini tidak hanya dilihat sebagai tempat menginap, tetapi juga sebagai tempat untuk mendapatkan tidur berkualitas.
Para pelancong modern menyadari bahwa liburan bukan hanya tentang mengejar pengalaman yang intens, tetapi juga tentang merawat kesehatan tubuh dan pikiran.
Prioritas mulai bergeser dari agenda liburan yang penuh aktivitas menuju istirahat yang berkualitas, termasuk tidur yang memadai.
Baca Juga: Post Holiday Blues, Perasaan Sedih Liburan Berakhir, Apakah Normal?
Sleep Tourism Dimulai karena Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 memainkan peran kunci dalam pergeseran tren ini.
Studi yang dipublikasikan di Journal of Clinical Sleep Medicine menunjukkan bahwa 40% dari 2500 orang dewasa yang diikutsertakan dalam penelitian tersebut melaporkan penurunan kualitas tidur selama pandemi.
Malminder Gill, seorang pakar hipnoterapi, meditasi, dan holistik, mencatat bahwa banyak orang mengalami perubahan perilaku tidur selama pandemi, dengan tidur yang lebih panjang menjadi kecenderungan umum.
Peningkatan kesadaran akan pentingnya tidur untuk kesehatan fisik dan mental menjadi pendorong utama munculnya sleep tourism.
Orang-orang menyadari bahwa kurang tidur dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, dan liburan yang didedikasikan untuk tidur dapat menjadi investasi berharga dalam kesejahteraan pribadi.
Baca Juga: Tips Staycation Hemat Saat Tahun Baru Bareng Keluarga: Rencanakan Liburan Tanpa Takut Kantong Jebol!