Mereka mungkin menjadi sangat hati-hati dalam berkomunikasi, yang pada gilirannya dapat menghambat diskusi yang sehat dan pembelajaran.
Cancel culture juga bisa membuat orang takut untuk berpendapat atau mengemukakan pandangan yang berbeda, yang merugikan perkembangan masyarakat yang demokratis.
4. Pembelotan dan Radikalisasi
Beberapa individu yang menjadi target cancel culture mungkin merasa terasing dan dipaksa bergabung dengan kelompok-kelompok ekstrem yang mendukung mereka, bahkan jika itu bukan pandangan awal mereka.
Baca Juga: Tanda-tanda Kamu Terjebak dalam Hustle Culture: Ketika Ingin Selalu Produktif dalam Pekerjaan
Ini dapat mengakibatkan pembelotan dan radikalisasi, karena mereka mencari dukungan dari kelompok-kelompok yang memiliki pandangan ekstrem yang lebih mirip dengan pandangan mereka saat ini.
5. Kekacauan Psikologis
Menjadi target cancel culture bisa sangat merusak kesejahteraan psikologis seseorang.
Stres, depresi, dan kecemasan adalah beberapa dampak negatif yang dapat menghantui individu yang terlibat dalam peristiwa cancel culture.
Pada beberapa kasus, bahkan dapat berdampak pada kesehatan mental yang lebih serius.
Dalam kesimpulan, meskipun cancel culture mungkin dimotivasi oleh keinginan untuk memerangi ketidakadilan dan mendukung pertanggungjawaban individu, dampak negatif yang dihasilkan oleh praktik ini juga perlu diperhitungkan.
Baca Juga: Jangan Terjebak Hustle Culture Kebablasan Kerja, Yuk Cari Keseimbangan Biar Tetep Waras!
Terlalu sering, cancel culture dapat berujung pada pengucilan yang tidak adil, stigmatisasi seumur hidup, pembelotan, dan kekacauan psikologis bagi individu yang menjadi target.
Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan pendekatan yang lebih seimbang dalam menangani situasi yang melibatkan pernyataan atau tindakan kontroversial. (*)