Selain panduan umum tersebut, ada beberapa kondisi dan faktor risiko tertentu yang dapat memengaruhi frekuensi pemeriksaan pap smear:
- Terdapat anggota keluarga dengan riwayat kanker serviks.
- Mengidap penyakit menular seksual, seperti HIV/AIDS dan infeksi HPV.
- Memiliki daya tahan tubuh yang lemah akibat perawatan kemoterapi, penggunaan kortikosteroid, dan prosedur transplantasi organ.
- Mengalami perdarahan setelah melakukan hubungan intim.
- Mengalami perdarahan yang bukan disebabkan oleh menstruasi atau perdarahan di luar jadwal siklus haid.
- Perokok berat.
- Memiliki riwayat bergonta-ganti pasangan seksual.
- Menggunakan obat hormon diethylstilbestrol.
- Wanita yang belum aktif secara seksual juga disarankan untuk melakukan pap smear, terutama setelah berusia 21 tahun.
Baca Juga: Bolehkan Melakukan Smear Test saat Menstruasi? Ini Faktanya
Namun, ada kondisi tertentu di mana pap smear mungkin tidak diperlukan secara rutin, seperti pada wanita di atas 65 tahun dengan riwayat hasil pap smear yang normal atau wanita yang telah menjalani histerektomi total tanpa riwayat kanker serviks.
Pap smear merupakan kunci penting untuk deteksi dini kanker serviks, dan penting untuk mengikuti panduan umum serta mempertimbangkan kondisi khusus dan faktor risiko pribadi.
Berkonsultasilah dengan dokter untuk menentukan jadwal pemeriksaan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan kalian.
Melalui langkah ini, kalian dapat menjaga kesehatan reproduksi kalian dengan lebih baik dan meningkatkan peluang kesembuhan pada tahap awal penyakit. (*)
Artikel Terkait
Memahami Tentang Lendir Serviks dan Perbedaannya dengan Keputihan
Bisa Berkembang Menjadi Kanker Mulut Rahim, Yuk Mengenal Displasia Serviks dan Penyebabnya
Mengenal Pap Smear, Langkah Penting Menjaga Kesehatan Reproduksi Wanita
Apakah Pap Smear Itu Sakit? Bagaimana Cara Membuatnya Lebih Nyaman
Bolehkan Melakukan Smear Test saat Menstruasi? Ini Faktanya